UMAR BIN KHATAB
Umar
bin khatab adalah seorang sahabat utama Rasulullah saw. yang termasuk dalam
khulafur rasyidin. Dia berasal dari suku Adi, suku yang terpandang mulia serta
mempunyai derajat tinggi di kalangan orang-orang Arab.
Postur tubuhnya
tegap dan kuat, wataknya keras dan pemberani, dan memiliki disiplin yang
tinggi. Pada masa remajanya dia di kenal sebagai pegulat perkasa dan sering
menampilkan kemampuanya itu di dalam pesta ulang tahunan di pasar Ukaz yang
terletak di Mekah. Ia memiliki kecerdasan yang luar biasa, mampu memperkirakan
hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Tutur bahasanya halus dan
bicaranya fasih.
Sebelum memeluk
islam, ia terpilih menjadi wakil kabilahnya. Selalu diberi kepercayaan untuk
diutus mewakili suku Quraisy dalam melakukan perundingan dengan suku-suku lain.
Memang, dia memiliki keunggulan berdiplomasi diacara-acara perundingan itu,
dihadapan wakil-wakil suku lain. Keunggulannya berdiplomasi itu akhirnya
membuat dia populer di kalangan berbagai suku di Arab.
Masuknya Umar
ke dalam islam, memiliki kisah tersendiri. Pada saat itu, ketika Rasulullah
saw. Masih berdakwah dengan cara rahasia dan sembunyi-sembunyi, umat islam yang
masih sangat sedikit sangat membutuhkan kekuatan untuk kepentingan perjuangan
islam. Rasulullah saw. Melihat dan mengakui kelebihan-kelebihan yang dimiliki
Umar bin Khatab. Dia, seorang pemuda yang gagah berani, tidak mengenal takut
dan gentar, cerdas dan mempunyai ketabahan hati serta kemauan yang keras. Oleh
karena itulah Rasulullah saw. pernah berkata, “ya ALLAH swt, kuatkanlah Islam
dengan salah seorang dari Amir bin Hisyam atau Umar bin Khatab”.
Saat itu Umar
adalah salah seorang tokoh Arab Quraisy yang paling gigih menentang seruan dan
dakwah Rasulullah saw. Dan bahkan, pernah hendak melakukan pembunuhan
terhadapnya.
Suatu ketika, di
saat orang-orang kafir sedang bermusyawarah. Mereka membicarakan tentang
pembunuhan Rasulullah saw. dan menanyakan siapa yang berani melakukannya. Pada
saat itu umar yang masih Musyrik turut dalam musyawarah itu. Ketika dimunculkan
pertanyaan tentang siapa yang berani membunuh Rasulullah saw. dia langsung
menyahut, “Aku yang akan membunuhnya”. Demikian Umar menyatakan kesediaannya.
Lalu orang-orang ada
dalam musyawarah itu berkata, “Ya, kamulah yang pantas melakukannya”. Umar pun
segera menghunus pedangnya dan bergegas pergi untuk membunuh Rasulullah saw. Di
tengah-tengah perjalanannya, ia bertemu dengan Saad bin Abu Waqash, seorang sahabat
dari kabilah Zuhrah. Melihat Umar berjalan dengan pedang terhunus, Saad
bertanya, “Akan kemana engkau wahai Umar?””Aku akan membunuh MUHAMMAD!”
demikian jawab Umar. Saad pun menjawab,”Jika demikian,Bani Hasyim, Bani Zuhrah
dan Bani Abdi Manaf tentu tidak akan tinggal diam. Mereka pasti akan menuntuk
balas dan membunuhmu”.
Umar terkejut dengan
ancaman Saad itu, karena setahu dia, Saad tidak mengikuti ajaran Rasulullah
saw. dan akan mendukungnya membunuh Rasulullah saw. Lalu Umar berkata,
“Tampaknya kamu juga telah meninggalkan agama nenek moyang kita. Jika demikian
kamulah yang akan aku bunuh terlebih dahulu!’ usai berkata demikian dengan
segera Umar mengangkat pedangnya mengambil posisi hendak menebas leher Saad,
dia berkata, “Ya, aku memang telah masuk islam, dan ketahuilah lebih dulu kabar
rumahmu sendiri! Saudara perempuan dan iparmu juga telah masuk islam.
Betapa terkejut dan
marahnya ia mendengar perkataan Saad bin Abi Waqash itu. Tanpa berkata apapun
terlebih dahulu dan penuh diliputi kemarahan , Umar pun langsung pergi ke rumah
adik perempuannya itu yang bernama Fatimah.
Begitu sampai di
depan rumah adiknya, pintu rumah itu terkunci rapat. Di dalamnya terdpat
Khabbab ra. sedang mengajar suami istri tuan rumah membaca Al-Qur’an. Pada saat
itulah Umar tiba-tiba datang dan berteriak-teriak menyuruh membukakan pintu.
Mendengar suara Umar, Khabbab ra. segera bersembunyi dan meninggalkan
lembaran-lembaran suci Al-Qur’an yang baru saja diajarkannya.
Saudara Umar
membukakan pintu. Tangan Umar yang telah memegang sesuatu langsung dihantamkan
ke kepala saudara perempuannya itu hingga berdarah. Lalu dia berkata, “Kamu
telah menghianati dirimu sendiri, kamu mengikuti agama baru itu!”.
Umar pun meneruskan
ke rumah saudara perempuannya itu dan bertanya kepada iparnya, “ Sedang apa
kalian dan suara siapa yang kudengar tadi? “karena takut ipar Umar berbohong, “
Kami sedang ngobrol biasa”.
Umar bertanya lagi,
“Apakah kamu telah meninggalkan agama nenek moyangmu dan masuk ke agama baru
itu?”
Bagaimana jika agama baru itu
ternyata lebih baik?” jawab iparnya. Mendengar jawaban iparnya itu Umar
langsung menarik janggut iparnya dan
mendorongnya hingga terjatuh terus memukulinya sampai puas di atas tanah.
Saudara perempuannya berusaha menghentikan, tetapi dia malah ditampar dengan
keras sampai berdarah lagi. Saudara perempuan Umar berkata, “Hai Umar, apakah
kami dipukuli hanya karena telah masuk islam? Memang kami telah masuk islam,
apa yang ingin kamu lakukan kepada kami lakukanlah!”
Mendengar perkataan
keras saudaranya itu, darah Umar benar-benar mengalir lebih deras lagi ke
kepalanya. Betapa marahnya ia, dan seolah tiada ampun lagi bagi saudara
perempuannya sendiri dan saudara iparnya. Tetapi ketika nafsu amarahnya sedang
meluap-luap dan berada pada puncak kemarahannya. Sehingga tidak ada yang bias
menahannya, matanya tiba-tiba tertuju pada lembaran-lembaran ayat Al-Qur’an.
Lembaran-lembaran yang tidak lama ditinggalkan begitu saja oleh Khabbab ra.
Pandangan Umar masih
tertuju pada lembaran-lembaran itu . Tiba-tiba hatinya berdegup kencang. Nafas
amarahnya mereda. Secara tiba-tiba juga, muncul perasaan malu atas sikap yang
baru saja diperlihatkannya. Terlebih ketika masih tmpak oleh darahnya, di muka
saudara perempuannya itu yang masih mengalir.
Umar kemudian
berkata, “Iya, sekrang katakanlah, apakah ini?”
Saudara
perempuannya tidak langsung menjawab, tetapi dia mengatakan, ‘’Kamu tidak suci,
dan lembaran ini tidak boleh disentuh oleh tangan yang tidak suci”
Umar pun
mendesaknya. Saudara perempuannya tetap enggan memberikannya selama Umar belum
mandi dan berwudu.
Setelah mandi, Umar mengambil
lembaran-lembaran itu dan membacanya. Ternyata, yang di baca Umar adalah surat
Toha, dan bacaanya sampai pada ayat 14 yang artinya.
“Aku ini adalah
ALLAH swt. Tiada tuhan selain-ku. Maka sembahlah aku, dan dirikanlah salat
untuk mengingat-ku”
Usai membaca
ayat-ayat itu, sikap Umar langsung berubah. Perasannya menjadi tenang dan rasa
damai menyelinap di hatinya. Lalu ia berkata, “Sekarang pertemukanlah aku
dengan MUHAMMAD”.
Mendengar
perkatan Umar itu, Khabbab yang sejak tadi bersembunyi segera keluar dari
tempat persembunyiannya dan berkata, “Hai Umar aku sampaikan kabar gembira
untukmu. Kemarin pada malam kamis, aku dengar Rasulullah saw. berdoa seperti
ini, ya ALLAH swt, kuatkanlah islam dengan Umar atau Abu Jahal, siapa saja dari
keduanya yang lebih engkau sukai” dan sekarang telah terlihat doa Rasulullah
saw. dikabulkan-Nya”.
Peristiwa dirumah
adiknya itu telah membuat Umar mampu berfikir jernih. Ia mulai berfikir tentang
kebenaran agama yang dibawa Rasulyllah saw. Umar lalu meninggalkan rumah
adiknya menuju rumah Al-Arqam. Rumah Al-Arqam dijadikan tempat Rasulullah saw.
menyampaikan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada waktu itu. Sesampainya di
rumah Al-Arqam Umar segera mengetuk pintu.
Pada saat itu
Rasulullah saw. sedang berkumpul-kumpul dengan para sahabat, termasuk pamannya,
Hamzah. Mendengar pintu ada yang mengetuk maka dibukalah pintu rumah itu.
Mengetahui yang datang adalah Umar, semua sahabat yang ada disitu merasa
ketakutan dan menjadi gentar, kecuali Hamzah yang memang sudah dikenal sebagai
seorang yang gagah berani. Umar melihat Rasulullah saw. sangat lembut dan
bijaksana. Umar merasa sangat kecil dihadapan Rasulullah saw. Pada saat itulah
Umar melafalkan dua kalimat syahadat.
Setelah Umar masuk islam,
Abdullah putra sulungnya mengikuti masuk islam. Begitupun juga istrinya Zainab
binti Makzun. Benar apa yang dikatakan Rasulullah saw. sebelumnya. Keislaman
Umar telah membawa cahaya terang pada masa awal permulaan Islam. Sebelumnya,
dakwah yang lakukan Rasulullah saw. Masih dilakukan dengan cara
sembunyi-sembunyi dan rahasia. Tetapi kini telah dilakukan secara
terang-terangan.
Di
tengah-tengah masyarakat Arab, Umar bin Khatab dikenal dengan “Singa Arab” yang
juga telah masuk islam sebelumnya. Dengan masuknya dua singa Arab itu bertambah
lengkaplah kakuatan dakwah islam.
Tentang
keislaman Umar ini, Abdullah bin Mas’ud, salah seorang sahabat Rasulullah saw.
berkata,
“Islamnya Umar
adalah suatu kemenangan, hijrahnya adalah suatu pertolongan, dan permintaannya
adalah rahmat. Semula, umat islam tidak berani mengajarkan salat secara
terang-terangan takut dianiaya oleh kafir Quraisy, tetapi setelah itu mereka
dapat beribadah dengan leluasa tanpa merasa takut dan tertekan.
Setelah Umar
masuk islam, dia menjadi salah seorang sahabat terdekat Rasulullah saw.
Sangking dekatnya, sampai Rasulullah saw. pernah berkata, “Andaikata masih ada
Rasulullah saw . sesudahku Umarlah orangnya”.
Oleh Rasulullah
saw. Umar juga diberi gelar “Al-Faruq” yang artinya pembeda atau pemisah.
Maksudnya adalah ALLAH swt telah memisahkan diri dalam dirinya antara hak
dengan yang bathil.
Keunggulan-keunggulan yang dimiliki Umar merupakan kekuatan besar dalam
perjuangan islam. Bukan hanya Rasulullah saw. yang menaruh simpati dan
kepercayaannya kepadanya, tetapi juga para sahabat lainya, khususnya Abu Bakar
ash-Shiddiq. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar selalu diangkat sebagai
penasihat sekaligus hakim dalam menangani permasalahan hokum yang timbul ketika
itu. Kemampuan Umar dalam memecahkan berbagai problem hokum yang dihadapkan
kepadanya meyakinkan Abu Bakar untuk mengangkatnya sebagai khalifah kelak
setelah dia.
Beberapa sahabat memang menikahkan
putrinya dengan Rasulullah saw. Selain memang Rasulullah saw. meminangnya,
tujuan utamanya adalah mempererat persatuan antara para pemimpin islam pada
saat itu. Hal ini sangat penting bagi kemajuan dakwah islam. Di antara yang
menikahkan purtinya dengan Rasulullah saw. adalah Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar
menikahkan putrinya, Aisyah dengan Rasulullah saw.
Umar sendiri
menikahkan putrinya, Hasfah dengan Nabi MUHAMMAD saw. Umar selalu berpesan
kepada putrinya itu untuk melayani Rasulullah saw. dengan baik. Tidak boleh
meminta sesuatu kepada Rasulullah saw. diluar kemampuan Rasulullah saw. Tidak
boleh mengecewakan Rasulullah saw. dalam urusan apapaun. Ketika Umar tau bahwa
Hafsah mengecewakan Rasulullah saw. maka Umar segera memarahi dan menasihati
putrinya itu.
Itulah Umar yangn
selalu menghormati dan mendahulukan kepentingan Rasulullah saw.walaupun
Rasulullah saw. adalah menantunya.
Demikian Umar bin Khatab. Banyak sekali
riwayat yang menunjukan kemuliaannya, termasuk juga ketika telah menjadi
Khalifah. Jabatan itu tidak membuatnya berubah, tetapi dia tetap istiqomah pada
nilai-nilai kemuliaan seperti sebelum menjadi khalifah.
Ketika Abu Bakar wafat,
para sahabat mengadakan musyawarah untuk mencari dan menetapkan salah seorang
sahabat utama menjadi khalifah. Para sahabat sepakat untuk mengangkat Umar
menjadi khalifah .
Sebagai khalifah,
ia adalah seorang pemimpin yang sangat bijaksana. Ia terkenal sebagai pemimpin
yang adil. Ia menetapkan hukum yang dengan melakukan penelitian mendalam terhadap masalah
yang ada. Ia juga mempelajari dasar-dasar hokum baik dalam Al-Qur’an dan hadis
Rasulullah saw. dengan melakukan ijtihad ketika diperlukan.
Umar bin Khatab
adalah Khalifah yang banyak melakukan pembaharuan dalam sistem pemerintah. Ia
meneruskan langkah Abu Bakar melakukan perluasan wilayah islam keluar
semenanjung Arabia. Pada masanya terjadi peluasan wilayah islam secara
besar-besaran. Oleh karena itu, periode pemerintahan Umar di kenal dengan
periode perluasan wilayah islam. Berturut-turut pasukan islam berhasil
menduduki Suriah, Irak, Mesir, Palestina dan Persia.
Dibidang
Administrasi pemerintahan, Umar berjasa membentuk Mejelis permusyawaratan,
Anggota Dewa, dan memisahkan lembaga pengadilan. Ia juga membagi wilayah islam
ke dalam delapan provinsi.
Untuk kepentingan
pertahanan keamanan, di bentuknya lembaga kepolisian, korps militer dengan
tentara yang telah terdaftar.
Di dalam bidang
peradilan, dialah yang pertama kali meletakan prinsip-prinsip peradilan dengn
menyusun sebuah risalah yang kemudian dikirimkan kepada Abu Musa Al-Asy’ari.
Risalah itu disebut Dustur Umar atau risalah Umar.
Ketika dia menjadi
khalifah, tidak jarang pada malam hari dia berkeliling mengamati keadaan
rakyatnya. Ia khawatir jika ada di antara rakyatnya tersebut mengalami
kesulitan seperti sakit atau kelaparan. Bila ditemukan olehnya rakyat yang
mengalami kesulitan itu, tidak segan-segan ia memberikan bantuan langsung.
Bahkan sering pula dijumpai Umar mengangkat sendiri bahan makanan untuk
orang-orang yang memerlukannya.
Pada suatu malam,
dia berkeliling ke kota Madinah seorang diri ditengah kegelapan. Di tengah
perjalanan itu, tiba-tiba dia mendengar suara tangisan bocah dari dalam sebuah
ruma.Umar merasa harus mengetahui sebab abak itu menangis. Umar kemudian
mengintup dari celah pintu.
Dilihatnya seorang
anak sedang menangis, sementara ibunya sedang memasak. Yang membuat Umar heran
Ibu anak itu bukannya memasak makanan, tetapi justru memasak batu. Betapa
terkejutnya sang ibu ketika dilihatnya Khalifah Umar.
Umar menanyakan
masalah yang dihadapi ibu itu. Dari cerita itu, Umar mengetahui bahwa suami ibu
itu sedang bertugas dalam sebuah peperangan atas perintah Umar. Tidak ada lagi
yang mencari nafkah sehingga mereka kelaparan. Anaknya menangis karena
kelaparan itu. Akhirnya sang ibu berusaha menenanbgkan anaknya dengan
berpura-pura masak, padahal yang dimasak adalah batu.
Umar merasa sangat
bersalah dalam cerita itu. Akhirnya dia kembali ke rumah dan segera kembali
lagi dengan membawa sepikul gandum dan makanan lainya.
Perjuangan dan kepemimpinan Umar yang
sukses besar merupakan figur yang layak dijadikan sebagai teladan. Keberanian
dan kegagahan, kecerdasan dan kelembutan, derajat terpandang dan jabatan yang
tinggi. Semuanya itu dilakukan untuk perjuangan dan perkembangan agama islam.
Bukan untuk kepentingan pribadi atau disia-siakannya begitu saja.
Pada suatu ketika
seorang anak Umar bin Khatab kembali dari sekolah sambil menangis. Setelah
ditanya, anaknyan itu menjawab, bahwa ketika bersama temn-temannya dia selalu
diejek karena memakai baju yang sudah jelek dan bertambal.
Pada waktu itu Umar
telah menjadi khalifah, pemimpin Umat Islam. Cerita anaknya itu membuat Umar
sedih. Akhirnya dia berniat untuk membelikan baju baru untuk anaknya itu.
Tetapi, walaupun Umar seorang khalifah, dia tidak memiliki apa-apa. Ia tidak
memiliki uang untuk memebelikan baju baru untuk anaknay. Umar bermaksud
meminjam uang ke kas Negara.
Umar kemudian mengirim
sepucuk surat kepada bendahara Negara. Isi surat itu adalah permintaan Umar
agar dipinjami sejumlah uang. Pembayaran dilakukan dengan memotong gajihnya
bulan depan. Bendahara Negara kemudian membalas surat Umar dengan mengatakan
bahwa cara pembayaran seperti itu tidak dapat dijamin, karena manusia tidak
tahu apakah Umar akan masih hidup sampai bulan depan.
Membaca balasan
surat itu, Umar menangis. Ia sadar bahwa memang ia tidak dapat menjamin umurnya
akan sampai bulan depan. Hnya ALLAH swt lah yang tahu umur manusia. Akhirnya
dengan sedih ia mengatakan kepada anaknya untuk bersabar dengan baju jelek itu.
Tidak diragukan
lagi, Khalifah Umar bin Khatab adalah seorang pemimpin yang arif, bijaksana, dan
adil dalam mengendalikan roda pemerintahan. Bahkan ia rela keluarganya hidup
dalam serba kekurangan demi menjaga kepercayaan masyarakat kepadanya tentang
pengelolaan kekayaan Negara. Bahkan Umar sering terlambat salat jumat hanya
menunggu bajunya kering, karena dia hanya mempunyai dua baju.
Kebijaksanaan dan
keadilan Umar ini dilandasi oleh kekuatirannya terhadap rasa tanggung jawabnya
kepada ALLAH swt. Sehingga jauh-jauh hari Umar sudah mempersiapkan penggantinya
jika kelak dia wafat.
Sebelum wafat, Umar
berwasiat agar urusan khalifah dan pemimpin pemerintahan, dimusyawarahkan oleh
enam orang yang telah mendapat keridaan Rasulullah saw. ketika beliau akan
wafat. Mereka adalah Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib Tahlhah bin Ubaidilah,
Azzubair binul Awwam, Saad bin Abi Waqqash, dan ‘Abdurrahman bin Auf. Umar
menolak menetapkan salah seorang dari mereka, dengan berkata, aku tidak maun
bertanggung jawab selagi hidup sesudah mati. Kalau ALLAH swt menghendaki kebaikan
bagi kalian, maka ALLAH swt akan melahirkannya atas kebaikan mereka (keenam
orang itu) sebagaimana telah ditimbulkan kebaikan bagi kamu oleh nabimu.
Karena ketinggian
sikap hati-hati, maka Umar sengaja tidak menunjukan anak paman dan adik iparnya
sendiri, yaitu Said bin Zaid bin Amru bin Naufail. Ia khawatir orang lain
menuduhnya karena dia masih keluarga Umar, meskipun Said bin Zaid adalah salah
seorang dari kesepuluh orang yang memperoleh kabar gembira masuk surge.
Umar juga berpesan kepada
sahabatnya yang enam orang itu, agar putranya Abdullah menghadiri musyawarah,
tetapi ia tidak memiliki hak untuk dipilih. Kehadiran Abdullah untuk
mengutarakan pendapat dan menyumbang saran saja. Ia tidak boleh diserahi
kekuasaan apapun. Disamping itu, Umar juga berpesan, agar selama siding
musyawarah, yang menjadi imam salat adalah Shuhaib bin Sannan Arrumi sampai
musyawarah itu usai.
Umar hanya
mengangkat keenam orang itu dan yidak menyertakan Ubaidah Ibnu Jarrah (orang
yang kesepuluh yang diberitakan masuk surga) karena ia telah wafat. Ia juga
tidak mengangkat Said bin Zaid (orang kesembilan yang diberitakan masuk surga),
karena ia adalah adik iparnya sendiri, Said tidak berminat memangku suatu
jabatan apapun. Dia hanya ingin menjadi tentara yang terjun kekancah perang dan
perluasan dakwah. Ia bercita-cita gugur sebagai syahid di medan tempur dan Umar
mengetahui hal itu.
Itulah gaya
suksesi Umar bin Khatab, seorang khalifah yang adil dan bijaksana.
Kebijaksanaan Umar diakui masyarakat muslim, yang menyatakan setelah Umar
wafat, “Wahai Umar, engkau selalu meluruskan segala sesuatu yang bengkok.
Engkau memadamkan segala api fitnah dan menghidup-hidupkan sunah Rasulullah
saw. Engkau meninggalkan dunia dengan bersih dan engkau bebas dari segala aib
dan cemar”.
Salah seorang
musuhnya yang bernama Abu Lu’luah telah mengakhiri hidup Umar dengan cara yang
amat tragis. Ia menikam Umar tatkala sedang bersiap-siap memulai salat shubuh.
Peristiwa ini mengakibatkan kematiannya. Ia wafat dalam usia 63 tahun setelah
kurang lebih sepuluh tahun memegang amanat sebagai pemimpin umat islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar