Rabu, 12 November 2014

MENGENAL PRIBADI USMAN BIN AFFAN



USMAN BIN AFFAN



      Usman bin Affan merupakan khalifah ketiga setelah Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khatab. Ia mendapatkan julukan “Dzunnurain” artinya memiliki dua cahaya. Julukan itu diberikan kepadanya karena ia menikah dengan dua orang putri Rasulullah saw. bernama Ruqayyah dan Ummu Kultsum.

    Umar masuk islam atas ajakan Abu Bakar ash-Shiddiq, yang pada waktu itu Abu Bakar adalah temannya. Pada waktu itu, ia diajak menemui Rasulullah saw. dan masuk islam dihadapannya. Setelah masuk islam, oleh keluarganya, Usman mendapatkan siksaan yang kejam. Pada saat itu sikap melawan dari orang-orang kafir telah menggunakan kekerasan fisik. Sebelumnya, sikap menentang mereka hanya sebatas ejekan, cercaan dan hinaan kepada orang-orang yang telah menerima seruan Rasulyllah saw.

       Perlakuan keras dan penyiksaan yang dilakukan kaum kafir itu merata pada semua kaum Muslimin. Para sahabat yang tidak berasal dari keluarga-keluarga terpandang, mendapatkan perlakuan sangat kejam dan tidak mengenal prikemanusiaan. Termasuk didalamnya adalah Usman bin Affan, ia dikurung didalam kamar dan dipukuli nsampai babak belur. Semua siksaan itu sedikitpun tidak memengaruhi islam Usman.

       Sebelum masuk islam, Usman bin Affan adalah seorang pedagang besar dan terpandang. Kekayaannya melimpah ruah. Setelah memeluk islam, harta kekayaannya itu di sumbangkan sebagian besarnya demi kepentingan perjuangan islam. Budak-budak yang mendapatkan penganiayaan dari tangan-tangan kejam orang-orang kafir, ia tebus untuk kemudian dibebaskan. 

       Pada saat terjadi perang Tabuk. Kaum muslimin mengalami banyak kekurangan dana dan makanan untuk mempertahankan diri dari serangan pasukan musuh. Sementara kaum muslimin sendiri sedang menghadapi masa paceklik. Rasulullah saw. sebagai kepala pemerintahan sekaligus pnglima pasukan, secara khusus menganjurkan para sahabat untuk menafkahkan sebagian hartanya. Anjuran itu mendapatkan anggapan serius dari para sahabat. Masing-masing sahabat menginfakkan sebagian hartanya dengan penuh semangat. Termasuk Abu Bakar ash-Shiddiq yang menyumbangkan seluruh harta yang dimiliki. Umar bin Khatab menyumbangkan setengah dari hartanya. Usman bin Affan pun menanggung sepertiga pembiayaan dan dana perang. Bantuan Usman juga diberikannya berupa kendaraan dan perbekalan tentara.

     Diceritakan pula, dia telah membeli sebuah telaga milik Yahudi. Telaga yang dibelinya itu akan diperuntukkannya bagi kaum muslimin. Usman melakukan hal ini karena kaum muslimin tidak diperbolehkan turut mengambil air telaga itu.

         Pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar, pernah terjadi kemarau panjang. Akibat kemarau itu, banyak kaum muslimin yang menderita kekurangan dan kelaparan. Mereka mengadukan keadaan itu kepada khalifah Abu Bakar. Kelaparan yang diderita kaum muslimin itu nyaris merenggut banyak nyawa. Tetapi untunglah Usam tidak berpangku tangan menyaksikan penderitaan itu. Untuk membentuk kaum muslimin yang ditimpa kelaparan itu, dia menyumbangkan bahan makanan sebanyak seribu ekor unta.

       Selain terkenal dengan kekayaan yang melimpah dan kedermawanan. Usman bin Affan adalah seorang zuhud tidak menggantungkan hidup pada gemerlap dunia tawadu’ (rendah hati), banyak mengingat ALLAH saw banyak membaca ayat-ayat ALLAH swt dan memiliki akhlak terpuji. Bahkan ketika wafat berlumuran darah, Al-Qur’an masih berada dalam genggamannya.

        Usman bin Affan ra. juga seorang yang bertakwa, selalu bersikap wara. Tengah malam tak pernah ia sia-siakan. Ia memanfaatkan waktu itu untuk mengaji Al-Qur’an dan setiap tahun ia menunaikan ibadah haji. Bila sedang berzikir, air mata harus mengalir dari matanya. Ia selalu segera dalam menjalankan segala amal kebajikan dan kepentingan umat. Ia juga penuh balas kasih. Ia telah melaksanakan hijrah sebanyak dua kali, pertama ke Habasyah, dan yang kedua ke Madinah. Tidak layak jika ada sebagian orang yang membenci Usman bin Affan ra.

        Pada saat khalifah Umar bin Khatab wafat, Diantara sahabat mengadakan musyawarah pengangkatan Usman sebagai khalifah. Musyawarah yang dilangsungkan di rumah Abdurrahman bin Auf itu berjalan dengan lancer dan baik. Setelah tiga hari dari wafatnya Umar bin Khatab, Usman resmi dilantik sebagai khalifah menggantikan khalifah sebelumnya. Sejak Usman bin Affan diangkat menjadi khalifah, banyak terjadi permasalahan sekitar kebijaksanaan perbendaharaan Negara yang muncul. Menurut Usman, khalifah mempunyai wewenang menggunakan kekayaan umum untuk kepentingan-kepentingan yang dipandang sebagai kemaslahatan umat.

         Didalam menjalankan rida pemerintahan, Usman melanjutkan kebijaksanaan-kebijaksanaan khalifah, pendahulunya Usman bin Khatab. Seperti pesan dari Umar supaya wali-wali (gubernur-gubernur) yang diangkat oleh Umar selama jangka waktu satu tahun tidak dimutasikan. Pesan ini didasarkan atas kekhawatiran akan terjadi kegoncangan dan gangguan stabilitas keamanan dan ketentraman bagi khalifah sendiri.

         Meskipun telah menjadi khalifah, sikap kedermawanan Usman sebagai saudagar kaya tidak berubah. Dia masih seperti sikap sebelumnya, yaitu suka membantu orang lain yang ditimpa kesusahan. Sikap kedermawanannya itu tidak bias dihentikannya hanya karena telah menjabat sebagai kepala pemerintahan. Sikap itulah yang membedakan Usman bin Affan dari dua khalifah yang telah mendahuluinya.

      Kebijaksanaan khalifah Usman bin Affan dalam penggunaan Baitulmal, semata-mata didasarkan atas pertimbangan ijtihad dan tanggung jawabannya terhadap ALLAH swt. Jabatan khalifah menurut suatu penilaian bukanlah amanat yang diberikan atau dipercayakan oleh orang banyak. Akan tetapi merupakan amanat yang disampaikan oleh ALLAH swt. Kepada salah seorang hamba. Oleh karena itu, kebijaksanaan yang diambil haruslah sejalan dengan ketentuan ALLAH swt.

      Semasa menjabat khalifah, Usman bin Affan memiliki jasa besar yang manfatnya masih kita rasakan sampai sekarang. Jasa besar itu adalah penyatuan penulisan Al-Qur’an.

        Pada awal pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq, terjadi suatu peperangan yang dilancarkan oleh orang-orang murtad. Pemberontakan tersebut dapat dipadamkan khalifah Abu Bakar. Setelah keamanan dalam Negara benar-benar pulih, mu.lailah kaum muslimin bergerak ke semenanjung Arabia, dari belahan Afrika utara sampai ke India. Kemana saja islam bergerak dan masuk, disitu pula lah Al-Qur’an ditinggalkan. Bahkan bukan hanya Al-Qur’an yang ditinggalkan, akan tetapi juga para penghapalnya. Al-Qur’an yang ditinggalkan ke b erbagai tempat itu beragam bentuk dan tulisannya. Bahkan beragam pula bacaan dialeknya. Jika keadaan ragam bentuk bacaan dan dialek Al-Qur’an seperti itu dipertahankan maka akan timbul malapetaka, perselisihan, dan perpecahan dalam kehidupan masyarakat muslim.

       Orang  yang mula-mula menaruh perhatian  terhadapkemungkinan pertikaian yang akan terjadi dikalangan masyarakat islam dalam hal bacaan Al-Qur’an adalah Hudzaifah bin Yaman. Keadaan semacam itu segeradisampaikan kepada khalifah Usman bin Affan agar mendapatkan penyelesaian. Adapun langkah awal yang diambil oleh khalifah adalah meminta kumpulan naskah Al-Qur’an yang berserahkan pada zaman pemerintahan Abu Bakar. Khalifah Usman kemudian membentuk suatu badan atau panitia pembukuan Al-Qur’an. Anggotanya terdiri dari Zaid bin Tsabit sebagai ketua panitia Abdullah bin Zubair serta Abdurraahman bin Auf sebagai anggota.

       Tugas yang harus dilksanakan oleh panitia tersebut adalah membukukan lembaran-lembaran lepas dengan cara menyalin ulang ayat-ayat Al-Qur’an ke dalam sebuah buku yang disebut Mushaf. Dalam pelaksanaannya, Usman menginstruksikan agar penyalinan tersebut harus berpedoman kepada bacaan mereka yang menghapalkan Al-Qur’an. Seandainya terdapat perbedaan dalam pembacaan, maka yang ditulis adalah yang berdialek Quraisy. Karena Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Quraisy.

         Selain Al-Qur’an yang dikenal dengan Mushaf itu, oleh panitia diperbanyak sejumlah lima buah. Satu buah tetap berada di Madinah, dan empat lainya dikirimkan ke Mekah,Suriah, Basra, dan Kufah. Semua Al-Qur’an yang dikirim kedaerah-daerah itu dijadikan sebagai pedoman dalam penyalinan berikutnya di daerah masing-masing.

         Naskah yang ditinggalkan di Madinah disebut dengan Mushaf Al-Imam. Adapun naskah yang berbeda dengan naskah Al-Imam dinyatakan tidak berlaku lagi. Perbedaan bacaan Al-Qur’an masih ditemukan sampai zaman sekarang. Apalagi bila dihubungkan dengan adanya hadis Rasulullah saw. yang menyatakan bahwa Al-Qur’an dibaca dalam bentuk tujuh huruf. Hal ini ditolerir, karena bacaan-bacaan tersebut diriwayatkan secara mutawatir.
    Sebagai akibat dari tindakan dari Usman bin Affan tersebut, didalam masyarakat islam hanya diperkenankan satu bentuk mushaf Al-Qur’an.Bentuk ini di akui oleh semua golongan yang ada dalam masyarakat muslim, baik yang Sunni maupun yang Syi’ah.

        Kekhalifah Usman bin Affan berjalan dengan lancer. Tetapi lama-kelamaan  mulai muncul permasalahan-permasalahan yang semakin membesar dan semakin meluas di setiap daerah. Sebagai dampak dari prmasalahan-permasalahan tersebut, pada tahun 35 Hijriah sekitar 500 orang dari Mesir berangkat menuju Mekah. Alasan kepergian orang-orang ini adalah ingin mengepung pusat pemerintahan dan memaksa Khalifah untuk melepaskan jabatannya. Bersama rombongan tersebut, dari daerah lain yakni Kufah, berangkat pula rombongan dengan jumlah yang sama. Rombongan dari Kufah yang dipimpin Asham Aniri itupu memiliki tujuan yang sama dengan rombongan dari Mesir.

        Mengetahui hal itu, memaksa Usman bin Affan mengambil tindakan keras. Akan tetapi tindakan Usman itu malah mendapatkan perlawanan pula dari para pemberontak. Pengepungan dengan jumlah besar itu sudah dilakukan.

           Ali bin Abi Thalib ra. mati-matian membela Usman. Dia tidak turut ikut-ikutan terbawa pada tuduhan-tuduhan mereka terhadap Usman. Ali bin Abi Thalib menanyakan keluhan dan tuduhan mereka. Mereka pun mengatakan, “Usman telah membakar mushaf-mushaf, salat tidak di qasar sewaktu di Mekah, mengkhususkan sumber air untuk kepentingan dirinya sendiri dan mengangkat pejabat dari kalangan generasi muda. Ia juga mengutamakan segala fasilitas untuk Banu Umayyah (golongannya) melebihi orang lain”.

       Tuduhan-tuduhan itu dijawab oleh Ali ra. “Mushaf-mushaf yang dibakar ialah yang mengandung perselisihan dan yang ada sekaranga ini adalah yang disepakati bersama keabsahannya. Adapun salat yang tidak diqasar sewaktu di Mekah, adalah karena dia berkeluarga di Mekah dan dia berniat tinggal disana. Oleh karena itu, salatnya tidak qasar. Adapun umber air yang di khususkan itu adalah untuk ternak sedekah sampai mereka besar, bukan untuk ternak unta dan domba miliknya sendiri. Umar juga pernah melakukan ini sebelumnya. Adapun mengangkat pejabat dari generasi muda, hal ini dilakukan semata-mata karena mereka mempunyai kemampuan dibidang-bidang tersebut. Rasulullah saw. juga pernah melakukan hal yang demikian ini adapun dia mengutamakan kaumnya, Bani Umayyah, karena Rasulullah saw. sendiri mendahulukan Quraisy daripada bani lainnya. Demi ALLAH swt, kalau kunci surga ditanganku, aku akan memasukan Bani Umayyah ke surga.

      Setelah mendengar penjelasan Ali ra. itu umat islam pulang dengan perasaan puas. Akan tetapi para peniup Fitnah terus melancarkan Fitnah dan merencanakan makar jahatnya. Diantara mereka ada yang menyebarkan tulisan dengan tanda tangan palsu dari para sababat termuka yang menjelek-jelekan Usman. Mereka juga menuntut agar Usman dibunuh.

        Fitnah kejipun terus menjalar dengan kejamnya, sebagian umat termakan fitnah itu. Pada hari keempat pengepungan pusat pemerintahan itu terjadilah suatu peristiwa dan tragedy yang memilukan dalam sejarah islam. Ketika Usman sedang membaca Al-Qur’an, para pemberontak masuk ke rumahnya dan menebaskan pedang kea rah Usman bin Affan. Pada saat itu yang di bacanya adalah surat Al-Baqarah ayat 137 yang artinya. “Maka, ALLAH swt akan memelihara kamu dari api neraka. Dan dialah yang maha mendengar dan maha mengetahui”.

      Ketika dirinya tersimpah darah, sedikitpun dia tidak beranjak beranjak dari tempatnya. Bahkan tidak mengizinkan orang lain mendekatinya. Ketika ia rebah dengan bersimbah darah Al-Qur’an masih terpegang di tangannya.

        Pada waktu itu, sebenarnya Ali bin Abi Thalib sudah memerintahkan kedua putranya, Hasan dan Husen untuk membela dan melindungi Usman bin Affan. Akan tetapi karena jumlah pemberontak yang begitu besar Hasan dan Husen tidak dapat berbuat banyak untuk menyelamatkan Usman.

   Fitnah besar yang mengakibatkan kematian Usman itu disebut dengan “Al-Fitnah al-Kubra” yang pertama. Peristiwa ini telah merobek persatuan umat islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar